, ,

Simposium Hasil Penelitian ‘Membangun Ketahanan Masyarakat terhadap Ekstremisme Kekerasan: Pemetaan Pembelajaran’

Pagi itu, 20 Oktober 2023, gedung IASTH Aula lantai 5 Universitas Indonesia kampus Salemba terlihat sangat ramai. Di dalam Aula sedang dilaksanakan Simposium hasil peneltian hasil kerjasama Yayasan Empatiku dengan Global Center dan Ketahanan Nasional Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia berjudul ‘Membangun Ketahanan Masyarakat terhadap Ekstremisme Kekerasan: Pemetaan Pembelajaran’.

Selain menjadi acara diseminasi hasil penelitian, symposium ini juga sekaligus menjadi dies natalis prodi Ketahanan Nasional UI. Digelar secara hibrida, simposium tersebut dihadiri oleh para perwakilan lembaga pemerintah seperti Kementerian Dalam Negeri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Densus 88, FKDM dan Bakesbangpol seluruh Indonesia, organisasi masyarakat sipil diantaranya PAKAR, Kreasi Prasasti Perdamaian, Yayasan Prasasti Perdamaian dan beberapa akademisi.

Acara Simposium dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia raya dan sambutan dari direktur SKSG bapak Athor Subroto, S.E., M.M., M.Sc., Ph.D. Beliau menyampaikan pentingnya ketahanan masyarakat untuk mencegah persebaran pemahaman-pemahaman yang bersifat ekstrem dan bermuatan kekerasan. Dimoderatori oleh Dr. Puspitasari, dosen SKSG UI, acara diskusi dimulai. Dr. Margaretha Hanita, dosen Ketahanan Nasional UI, memberikan pengantar tentang ketahanan masyarakat. Selanjutnya, Mira Kusumarini selaku Direktur Yayasan Empatiku memaparkan hasil penelitian diantaranya tentang capaian tim tangguh di kelurahan Mekarjaya dan Pondok Kacang Timur, tantangan, peluang dan rekomendasi bagi stakeholder terkait. Hasil penelitian tersebut kemudian ditanggapi oleh Professor Greg Barton dari Deakin University Australia, Professor. Irfan Idris dari BNPT dan Doktor Simon selaku kaprodi Ketahanan Nasional.

Professor Greg Barton menyampaikan bahwa dalam proses radikalisasi, bibit pertama yang muncul adalah intoleransi. Intoleransi muncul di level masyarakat sehingga mereka tidak bisa menerima keberagaman hingga mereka berubah menjadi membenci orang lain. Senada dengan Prof. Greg Barton, Prof.Irfan menjelaskan bahwa meskipun tren penangkapan berkurang namun potensi serangan dan pertumbuhan terorisme tetap perlu diwaspadai, termasuk juga persebaran bibit-bibit radikalisme dari intoleransi. Bahkan, beberapa teroris yang tertangkap telah teradikalisasi sejak mereka masih usia sekolah, tambahnya. Sebelum pak Simon menyampaikan tanggapannya, bapak Iswandi dari Direktorat Ketahanan Ekonomi, Sosial dan Budaya Kementerian Dalam Negeri ikut menyampaikan bahwa isu ekstremisme ini tidak ditangani langsung oleh Kemandagri. Namun, sekarang berusaha untuk berkoordinasi ke daerah seperti dengan Kesbangpol danmembentuk tim terpadu dari provinsi hingga kabupaten/kota untuk merespon konflik sosial termasuk di dalamnya masalah ekstremisme berkekerasan. Pada sesi tanggapan terakhir, Dr. Simon mengungkapkan ada tiga hal yang perlu ditekankan dalam ketahanan masyarakat. Pertama adalah kemampuan yang terkait dengan kapasitas masyarakat yaitu coping, adaptif dan transformasi dalam konteks ini, ekstremisme berkekerasan

Setelah pemaparan hasil riset dan tanggapan dari para ahli, symposium dilanjutkan dengan diskusi. Beberapa pertanyaan diajukan oleh para peserta seperti latar belakang etnis para responden penelitian, upaya pencegahan intoleransi di tingkat masyarakat akar rumput, dan stigmatisiasi terhadap seseorang yang berpenampilan sesuai keyakinannya namun dianggap berbeda oleh masyarakat pada umumnya. Mira Kusumarini menjelaskan bahwa meski etnisitas tidak digali dalam penelitian ini namun penelitian tetap diharapkan bisa memberi ruang diskusi secara luas. Baginya, buku panduan sistem deteksi dini milik Yayasan Empatiku bisa membantu masyarakat untuk mencegah tumbuhnya radikalisme dan ekstremisme berkekerasan. Lebih jauh, sistem ini juga bisa digunakan untuk membantu memberikan pendampingan ketika reintegtasi kepada returnee dari Suriah yang kembali ke Indonesia. Lalu, Professor. Greg Barton merespon perihal isu intoleransi bahwa selain fenomena intoleransi itu sendiri, ada fenomena baru yang turut mewarnai yaitu hateful extremism ditandai dengan munculnya hate speech yang terstruktur. Ada kemungkinan bahwa simpati atas kejadian di Gaza dipergunakan sebagai narasi dalam pilpres. Kita harus hati-hati agar protes yang disampaikan tidak dipergunakan untuk propaganda.

Merespon hal yang sama tentang intoleransi, Professor. Irfan Idris mengatakan bahwa terorisme tidak menggunakan symbol dan identittas pakaian dan penampilan tertentu tidak bisa menjadi tolak ukur keterlibatan seseorang dalam organisasi teroris. Oleh karena itu, ada kontra narasi, kontra propaganda dan kontra ideologi. Terakhir, pak Simon mengaskan fenomena para generasi muda yang terpapar dengan berita dan narasi bermuatan intoleransi dan ekstremisme melalui platform digital. Sehingga strategi dan upaya kontra narasi perlu ditingkatkan.

Terakhir, setelah melalui proses diskusi, moderator menyimpulkan yaitu ekstremisme berkekerasan bersumber dari masalah sosial yang menjadi sumber kekecewaan hingga mendorong orang untuk melihat orang atau kelompok lain dengan kebencian. Rasa benci ini kemudian digunakan oleh kelompok tertentu untuk menciptakan ekstremisme kekerasan. Satu lagi, bahwa dalam ketahanan masyarakat ada tiga kata kuncinya yaitu kapasitas coping, adaptif dan trasnformatif, terutama dalam konteks waktu saat ini ada dua isu yang menjadi ‘pintu masuk’ tumbuhnya ekstremisme yaitu konflik Gaza dan Pemilihan Presiden. Model yang dibuat Empatiku memberikan harapan untuk membangun ketahanan masyarakat dalam mencegah ekstremisme berkekerasan.

Akhirnya, setelah melalui proses penggalian data sejak Juli hingga Agustus dan proses analisa serta penulisan, akhirnya laporan penelitian berhasil diseminarkan. Laporan tersebut telah mendapatkan berbagai masukan dari berbagai pihak sehingga saat ini sedang dalam proses penyempurnaan. Selanjutnya, laporan penelitian tersebut akan dikirim ke para pemangku kepentingan yang terlibat dalam isu pencegahan ekstremisme berkekeradan dan disebarluaskan melalui platform digital sehingga dapat diakses oleh publik. Terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penelitian ini, terutama tim Tangguh di Kelurahan Mekarjaya, Depok dan Pondok Kacang Timur, Tangerang Selatan sebagai responden penelitian.