Kel. Jombang – Senin, 31 Agustus 2020

Tim Empatiku melakukan kegiatan Pelatihan dan Simulasi bersama Tim SITI di kelurahan Jombang Tangerang Selatan. Kegiatan ini dilakukan pada hari Senin, 31 Agustus 2020. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk Memperkuat pemahaman terhadap SOP dan alur manajemen kasus, Tupoksi serta rencana kegiatan masing-masing divisi.

Pasca pelatihan dan melaksanakan kegiatan sosialisasi sesuai dengan RTL yang dibuat saat pelatihan, agenda pertemuan yang masih harus terus dilakukan adalah melakukan simulasi SOP dan alur manajemen kasus, agar setiap divisi memahami tugasnya termasuk dalam melaksanakan tertib administrasi yaitu pencatatan setiap proses. Oleh karena itu sebelum melakukan simulasi, pembahasan tupoksi dan rencana kerja terkait sosialisasi dan berjaringan perlu dilakukan kembali.

Pertemuan dengan Tim SITI Kelurahan Jombang dimulai dengan makan siang terlebih dahulu dilanjutkan diskusi

Simulasi harus berdasarkan SOP dan Protap yang berlaku saat ini, Sebagai langkah awal, untuk mempermudah, ada beberapa hal yang penting, yaitu Tanda – tanda dini peringatan yang mengarah ke tindakan radikalisme. Perlu dipelajari dan pengamatan khusus tindakan – tindakan atau kegiatan di lingkungan masyarakat, dan kepedulian antar warga sekitar tentunya. Tim SITI akan melaporkan kejadian – kejadian yang di nilai akan membahayakan tindak radikalisme.

Program Kerja dan Tupoksi Tim SITI
Pelatihan telah melahirkan RTL namun belum ada program kerja dari tiap-tiap divisi secara detail melihat dari kebutuhan tiap-tiap divisi. Saya menjelaskan bahwa jika dilihat dari alur pelatihan maka perlu dibuat 3 Program kerja yaitu :

1. Sosialisasi (penanggung jawabnya adalah divisi pendidikan)
2. Berjaringan (Dibuat oleh masing-masing divisi termasuk koordinator dan wakilnya)
3. Program advokasi (penanggung jawabnya adalah ketua/koordinator)

Sosialisasi
Sosialisasi di lingkungan sekitar sudah dilaksanakan (RT dan RW), sampai di tingkat kelurahan. Diforum –forum dan lembaga lain.seperti di majelis taklim dan lain nya. Di pertemuan-pertemuan kelurahan. Hal ini ada kaitannya dengan program kerja berjaringan.

Berjaringan
Sebuah organisasi yang sehat harus mampu berjaringan dengan sebanyak mungkin lembaga, baik dengan lembaga pemerintahan, LSM atau perorangan agar mempermudah mencapai tujuan dan solusi bagi persoalan yang dihadapi. Oleh karena itu setiap divisi harus membuat program kerja yang berkaitan dengan berjejaring.

Divisi pendidikan misalnya berjaringan denga ketua majelis taklim, ketua Rw atau Rt, forum pengajian, Karang Taruna, PKK, Posyandu atau yang lain. Divisi Remedial bisa berjaringan dengan para tokoh masyarakat, tokoh Agama, karena pada saat melakukan remedial, tokoh masyarakat atau agama harus menjadi partner. Saat melakukan proses dialog, diskusi atau mediasi di lingkungan, perlu dicari orang-orang yang berpengaruh atau orang yang dituakan atau disegani oleh kelompok terlapor atau klien saat sudah ditangani kasusnya.

Divisi penanganan kasus rujukan, silahkan berjejaring dengan Polsek, Koramil, P2TP2A, Puskesmas atau lembaga mana saja yang sekiranya bisa mempermudah kerja tim. Namun perlu dicatat bahwa saat klien dilimpahkan sebagai kasus rujukan, tim SITI harus terus memantau. Misalnya saat klien dirujuk karena tidak mau remedial atau menandatangani kesetiaan terhadap NKRI, maka kasusnya perlu dipantau, sampai mana pihak kepolisian menanganinya. Oleh karena saat melakukan sosialisasi dan berjaringan perlu disampaikan juga cara kerja tim SITI agar bisa dipahami.

Ketua Koordinator atau wakil koordinator perlu juga memikirkan berjaringan dengan siapa saja agar Tim SITI menjadi kuat dan bisa mandiri

Sebuah Proses Belajar Bersama untuk Kehidupan yang Lebih Baik

Oleh Mega Priyanti, Petugas Lapangan Empatiku WGWC Zoom Discussion Pendamping juga Manusia: Cerita di Balik Rehabilitasi dan Reintegrasi Jakarta, 18 Juni 2020

Dorongan terbesar menjadi pendamping adalah faktor kemanusiaan. Apa pun kesalahannya, ketika mereka memerlukan bantuan tentu harus dibantu. Apalagi saat mereka sudah menyadari kesalahannya dan mau ikut berpartisipasi agar orang lain tidak mengalami apa yang mereka rasakan. Saya lebih banyak mendampingi perempuan dan anak. Bisa dibayangkan, ketika ibu-ibu dan anak-anak ini kembali saat suami-suami mereka menjadi warga binaan di pemasyarakatan. Semua persoalan tertumpu pada pundak istri di saat mereka benar-benar memulai segala sesuatunya dari nol. Tidak punya penghasilan, terputus kontak dengan sanak keluarga, dan harus membangun kehidupan baru. Apalagi dengan anak yang memiliki kebutuhan khusus, punya masalah kesehatan. Lalu bagaimana dengan pendidikan anak-anak dan masa depan mereka. Jika tidak ada yang mendampingi dan menemani, apa yang terjadi ??

Menurut saya melakukan pendampingan adalah sebagai usaha dan proses bersama. Bagaimana memahami masalah yang dihadapi, melihat kebutuhan dan mengembangkan potensi yang dimiliki agar kedepannya bisa menjadi lebih baik. Untuk melakukan itu semua, yang pertama dilakukan  adalah membangun kepercayaan agar proses berjalan dengan baik.

Sebagai sebuah proses, tentu saja ada pasang surutnya. Kadang mudah kadang sulit. Yang paling sulit adalah ketika membantu memenuhi kebutuhan, sementara persoalan yang dihadapi mereka sangat banyak. Sedangkan seorang pendamping atau lembaga tidak mungkin bisa menyelesaikan semua masalah tanpa bantuan lembaga lain. Untuk itu sangat penting membangun jejaring dengan banyak pihak, misalnya dengan lembaga kesehatan, lembaga pendidikan, Dinas sosial, Disdukcapil, Balai Latihan Kerja, lembaga swadaya masyarakat dan lain-lainnya. Ada kalanya satu lembaga dengan mudah diajak kerjasama. Tapi ada juga yang sulit dan tidak bisa. Jadi harus terus mencari. Selain itu, tantangan lain adalah membangun mental dan rasa percaya diri mereka. Karena sangat tidak mudah untuk kembali beraktifitas di tengah masyarakat dengan stigma buruk sebagai teroris. Sebagai Pendamping, tidak jarang juga mendapat perlakuan yang tidak baik dari masyarakat awam. Kenapa mau bekerja mengurusi orang-orang yang sudah berkhianat terhadap negara atau dianggap bagian dari mereka (teroris).

Perlakuan tidak enak bukan saja datang dari masyarakat atau keluarga, tapi juga dari penerima manfaat (deportan/returni) sendiri. Penolakan untuk didampingi karena merasa tidak punya masalah. Ada kalanya saat didatangi, ternyata mereka sudah tidak tinggal di alamat tersebut atau sudah pindah rumah tanpa memberitahu alamat baru.  Hal ini seringkali dihadapi dan membuat pendamping harus terus mencari celah supaya bisa masuk, misalnya melalui istri deportan/returni atau RT setempat. Namun tetap harus dilakukan dengan hati-hati supaya tidak menimbulkan masalah baru. Misalnya membuat warga jadi ketakutan karena di wilayahnya ada mantan deportan/ returni.

Deportan/returni yang sudah mendapatkan pendampingan diharapkan berubah ideologinya dan benar-benar mencintai NKRI. Perubahannya dapat dilihat saat mereka mulai bisa berkomunikasi dengan santai, bicara dari hati ke hati. Saat mereka mulai bisa bercerita tentang latar belakang “hijrah”nya ke Siria.  Mereka juga cerita ada penyesalan dan menyadari bahwa apa yang mereka pikirkan selama ini adalah salah. Mereka ingin memperbaik diri. Kami terus bertukar pikiran sebagai teman.

Melalui proses pendampingan saya belajar di sebuah universitas kehidupan. Bertemu dengan banyak orang dan mempelajari setiap karakter. Melihat bahwa setiap manusia pasti punya masalah dan perlu berjuang untuk kehidupannya. Tidak pernah menyerah dan selalu bersyukur. Jika berusaha selalu ada solusi. Hal ini mengubah hidup saya. Saya bisa hidup lebih tenang dan tidak banyak menuntut. Lebih menghargai orang lain karena dalam pekerjaan saya memerlukan bantuan orang lain.

Selama proses ini, tentu saja saya pernah melakukan kesalahan. Dan kesalahan terbesar saya adalah masuk terlalu dalam dan mengintervensi secara langsung persoalan yang dihadapi dampingan saya. Sebenarnya, itu di luar tanggung jawab saya. Hal ini membuat dampingan saya jadi sangat bergantung pada saya dan mematikan kreatifitas mereka. Saya sendiri sampai tidak bisa makan dan tidak bisa tidur. Membawa persoalan mereka dalam kehidupan keluarga saya. Suami dan anak-anak jadi sasaran. Saat ini saya sudah memposisikan diri sebagai pendamping dan sebagai teman yang membantu. Bukan sebagai malaikat yang bisa menyelesaikan setiap masalah.

Apakah saya yakin mereka (deportan/returni) yang sudah saya dampingi tidak kembali pada kelompok radikal? Sejujurnya tidak ada jaminan. Bahkan ketika sudah menandatangani dokumen kesetiaan terhadap NKRI pun tidak bisa menjamin. Banyak hal yang mempengaruhi. Namun, keterlibatan mereka dalam kegiatan program dan pembicaraan atau ngobrol-ngobrol saat proses pendampingan dapat membantu proses disengagement (pelepasan) dari kelompok radikal.

Apapun yang telah saya lakukan dalam pekerjaan ini, selalu ada hikmah yang bisa diambil. Saya menyadari bahwa perubahan merupakan proses panjang. Proses pendampingan tidak bisa dibatasi oleh waktu dari masa program berjalan. Pendampingan juga menjadi bagian dari proses memanusiakan manusia. Karena setiap manusia pasti punya sisi positif dan negatif. Kunci dari keberhasilan proses pendampingan adalah keterampilan berempati pada dampingan kita.

Depok, 18 Juni 2020

Pembentukan tim Kelurahan Kenanga, Kota Tangerang berbeda dengan kelurahan lain. Rumitnya birokrasi membuat kita harus terus mencari peluang agar program bisa berjalan di Kota Tangerang. Salah satu kesempatan adalah melalui mas Faik saat kami audiensi di kantor Bakesbangpol, Kota Tangerang. Mas Faik adalah staff Bakesbangpol tingkat Kecamatan Gempol. Setelah berdiskusi, kami pun melakukan penjadwalan pertemuan pembentukkan tim SITI Kelurahan Kenanga dan melaksanakan kegiatan penyaluran bantuan untuk masyarakat terdampak Covid 19. Pemberitahuan ke Pak Lurah dilakukan oleh Ibu Sri Handayani melalui telpon karena kondisi yang belum memungkinkan untuk secara langsung.

Tanggal 20 Mei 2020, saya dan Ibu Nday (Sri Handayani) datang menemui pak Lurah. Namun mendadak pak Lurah harus ke kantor Kecamatan sehingga pertemuan pun batal. Beberapa kali saya menghubungi pak Lurah melalui WA dan telpon tetapi tidak direspon. Hingga akhirnya saya dan ibu Nday datang ke kelurahan pada tanggal 16 Juni tanpa membuat perjanjian. Jam 06.00 pagi saya berangkat dari rumah berharap tiba di kantor Kelurahan dan bertemu pak Lurah sebelum beliau beraktifitas keluar kantor. Namun sayang, saat tiba, pak Lurah sudah pergi dan stafnya tidak ada yang tahu pergi kemana.

Read more

Kel. Jombang – Senin, 31 Agustus 2020

Tim Empatiku melakukan kegiatan Pelatihan dan Simulasi bersama Tim SITI di kelurahan Jombang Tangerang Selatan. Kegiatan ini dilakukan pada hari Senin, 31 Agustus 2020. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk Memperkuat pemahaman terhadap SOP dan alur manajemen kasus, Tupoksi serta rencana kegiatan masing-masing divisi.

Pasca pelatihan dan melaksanakan kegiatan sosialisasi sesuai dengan RTL yang dibuat saat pelatihan, agenda pertemuan yang masih harus terus dilakukan adalah melakukan simulasi SOP dan alur manajemen kasus, agar setiap divisi memahami tugasnya termasuk dalam melaksanakan tertib administrasi yaitu pencatatan setiap proses. Oleh karena itu sebelum melakukan simulasi, pembahasan tupoksi dan rencana kerja terkait sosialisasi dan berjaringan perlu dilakukan kembali.

Pertemuan dengan Tim SITI Kelurahan Jombang dimulai dengan makan siang terlebih dahulu dilanjutkan diskusi

Simulasi harus berdasarkan SOP dan Protap yang berlaku saat ini, Sebagai langkah awal, untuk mempermudah, ada beberapa hal yang penting, yaitu Tanda – tanda dini peringatan yang mengarah ke tindakan radikalisme. Perlu dipelajari dan pengamatan khusus tindakan – tindakan atau kegiatan di lingkungan masyarakat, dan kepedulian antar warga sekitar tentunya. Tim SITI akan melaporkan kejadian – kejadian yang di nilai akan membahayakan tindak radikalisme.

Program Kerja dan Tupoksi Tim SITI
Pelatihan telah melahirkan RTL namun belum ada program kerja dari tiap-tiap divisi secara detail melihat dari kebutuhan tiap-tiap divisi. Saya menjelaskan bahwa jika dilihat dari alur pelatihan maka perlu dibuat 3 Program kerja yaitu :

1. Sosialisasi (penanggung jawabnya adalah divisi pendidikan)
2. Berjaringan (Dibuat oleh masing-masing divisi termasuk koordinator dan wakilnya)
3. Program advokasi (penanggung jawabnya adalah ketua/koordinator)

Sosialisasi
Sosialisasi di lingkungan sekitar sudah dilaksanakan (RT dan RW ),sampai di tingkat kelurahan. Diforum –forum dan lembaga lain.seperti di majelis taklim dan lain nya. Di pertemuan-pertemuan kelurahan. Hal ini ada kaitannya dengan program kerja berjaringan.

Berjaringan
Sebuah organisasi yang sehat harus mampu berjaringan dengan sebanyak mungkin lembaga, baik dengan lembaga pemerintahan, LSM atau perorangan agar mempermudah mencapai tujuan dan solusi bagi persoalan yang dihadapi. Oleh karena itu setiap divisi harus membuat program kerja yang berkaitan dengan berjejaring.

Divisi pendidikan misalnya berjaringan denga ketua majelis taklim, ketua Rw atau Rt, forum pengajian, Karang Taruna, PKK, Posyandu atau yang lain. Divisi Remedial bisa berjaringan dengan para tokoh masyarakat, tokoh Agama, karena pada saat melakukan remedial, tokoh masyarakat atau agama harus menjadi partner. Saat melakukan proses dialog, diskusi atau mediasi di lingkungan, perlu dicari orang-orang yang berpengaruh atau orang yang dituakan atau disegani oleh kelompok terlapor atau klien saat sudah ditangani kasusnya.

Divisi penanganan kasus rujukan, silahkan berjejaring dengan Polsek, Koramil, P2TP2A, Puskesmas atau lembaga mana saja yang sekiranya bisa mempermudah kerja tim. Namun perlu dicatat bahwa saat klien dilimpahkan sebagai kasus rujukan, tim SITI harus terus memantau. Misalnya saat klien dirujuk karena tidak mau remedial atau menandatangani kesetiaan terhadap NKRI, maka kasusnya perlu dipantau, sampai mana pihak kepolisian menanganinya. Oleh karena saat melakukan sosialisasi dan berjaringan perlu disampaikan juga cara kerja tim SITI agar bisa dipahami.

Ketua Koordinator atau wakil koordinator perlu juga memikirkan berjaringan dengan siapa saja agar Tim SITI menjadi kuat dan bisa mandiri

Kel. Jombang – Jumat, 5 Juni 2020

Pandemi Covid 19 yang melanda hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia telah membuat perubahan yang sangat signifikan. Kegiatan-kegiatan rutin baik ditingkat masyarakat maupun kelurahan ditiadakan. Kecuali kegiatan yang terkait dengan Covid 19 dan pelayanan publik di kantor Kelurahan. Kegiatan Pos Yandu, PKK, Pengajian sementara dihentikan begitu juga dengan kegiatan beribadah di Masjid seperti Sholat Jumat berjamaah, Taraweh dan Sholat Idul Fitri ditiadakan.

Pak Rifki Aprilian, Sekretaris Kelurahan Benda Baru, menyampaikan bahwa saat ini orang-orang di Kelurahan sudah lelah dengan situasi ini. Sejak awal pandemi, Kelurahan sudah melakukan penyemprotan desinfektan ke seluruh wilayah, sosialisasi tentang covid 19 dan mengajak masyarakat untuk hidup bersih dan tetap di rumah saja agar terhindar dari Covid 19.

Selanjutnya melakukan pendataan dan menyalurkan bantuan sosial untuk masyarakat terdampak Covid 19. Banyak permasalahan yang timbul, antara lain:

  1. Bantuan datang tanpa koordinasi dengan pihak kelurahan dan datang di waktu yang tidak tepat, seperti tengah malam, siang hari di bulan Puasa, atau di malam Takbiran
  2. Tidak ada biaya operasional untuk penyaluran bantuan
  3. Jumah bantuan tidak sesuai dengan jumlah penerima
  4. Masyarakat protes karena bantuan tidak merata, dan beras berkualitas jelek (Pak Sodikin menyampaikan bahwa beras dari Empatiku kualitasnya baik)
  5. RT atau RW harus berfikir kreatif agar bantuan tersalurkan merata, misalnya dengan mengepak ulang dan mengurangi jumlah bantuan agar penerima lebih banyak sehingga meminimalisir keributan di masyarakat.

Setelah mendengarkan keluh kesah terkait Bansos, saya bertanya mengenai isu lain yang berkembang di masyarakat. Pak Sodikin menyampaikan ada isu yang dihembuskan bahwa pemerintah saat ini adalah pemerintahan Kafir karena melarang masyarakat beribadah. Di wilayah Benda Baru, masyarakat banyak yang tetap melakukan sholat berjamaah di Mushola atau Masjid. Hanya saja jamaahnya adalah warga terdekat dan tidak menggunakan pengeras suara.

Pak Sri, Binamaspol Benda Baru, POLSEK PAMULANG, menambahkan bahwa masyarakat tetap beribadah secara berjamaah. Mereka merasa bahwa pelarangan hanya berupa himbauan. Agama merupakan urusan akherat sedangkan pemerintah urusan dunia. Banyak keluarga yang “pecah” dan akhirnya bermusuhan karena masalah ini. Kepolisian melalui BIN memantau saja dan tidak melarang sebatas masih menjaga jarak dan memakai masker.

Saya bertanya kepada ibu Maryanih, bagaimana dengan majelis taklim? Ibu Maryanih menjelaskan, sejak pandemi covid 19, majelis taklim berhenti kegiatannya. Biasanya 20 – 30 orang ibu-ibu hadir dalam kegiatan majelis taklim. Materi yang disampaikan seputar tata cara membaca Al Qur’an, beribadah seperti sholat, puasa, Zakat, termasuk tentang keluarga, yang biasanya membahas bagaimana menjadi istri yang baik. Tidak pernah membahas hal terkait radikalisme. Majelis Taklim untuk ibu-ibu dan Bapak-bapak terpisah kegiatannya.

Selesai dengan pembahasan mengenai bansos dan isu yang berkembang di wilayah Benda Baru, kami membahas mengenai SK Tim SITI kelurahan. Saya memberikan contoh SK Kelurahan yang telah dibahas oleh Manajemen Empatiku. Pak Rifki setuju dengan draft SK kelurahan yang kami berikan, dan akan membahasnya dengan pak Lurah namun meminta waktu karena minggu ini akan datang lagi Bansos untuk segera disalurkan.

Pak Sodikin, Koordinator Tim SITI, menyampaikan bahwa ada perubahan nama anggota tim kelurahan karena beberapa orang menjadi anggota KPPS sehingga tidak bisa aktif di tim SITI Kelurahan. Akan segera dikirimkan nama-nama yang fix kepada pak Rifki untuk ditindaklanjuti dalam SK nantinya.

Hari sudah semakin sore, kami pun berpamitan. Sebelum pamit, pak Rifki berpesan pelatihan sebaiknya di tempat yang santai sambil bisa refreshing.