Seminar Nasional Analisis Kebijakan Penanganan Terorisme Terhadap Perlindungan HAM Warga Sipil di Indonesia | Senin, 17 Juli 2023

Yayasan Empatiku – BNPT – UN WOMEN

“Tidak ada penanganan tanpa pencegahan, keduanya adalah satu kesatuan”

Pada 6 Maret 2023, Yayasan Empatiku bersama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan UN Women mengadakan peluncuran buku ‘Panduan Mengenali Tanda Peringatan Dini Ekstremisme Kekerasan’. Acara tersebut dihadiri oleh 192 peserta dari berbagai lapisan pemangku kepentingan, organisasi masyarakat sipil dan akademisi.

Acara peluncuran buku ini dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, penampilan tari tradisional dan penanyangan video tentang sistem deteksi dini berbasis masyarakat dalam membangun resiliensi masyarakat. Video ini memberikan highlight awal tentang resiliensi masyarakat yang dilihat dari empat pilar; peningkatan pengetahuan dan kemapuan mendeteksi tanda peringatan dini, mekanisme penanganan kasus, kohesi sosial dan basis hukum.

Setelah pembuka, acara dilanjutkan dengan talkshow dan diskusi. Terdapat lima pembicara yaitu Kombes Pol Ponco Ardani (Kasi kontra ideologi, direktorat pencegahan Densus 88), Dwi Rubiyanti, (steering committee WGWC dan direktur AMAN Indonesia), Devi Briliant (Tim Tangguh Mekarjaya), Iman Santosa (Messager of Peace) serta Annisa Noor Fadilah (Aktivis sosial muda Jakatarub Bandung). Para pembicara menyampaikan bahwa berbagai tantangan dan pentingnya peran masyarakat dalam penyebaran ideologi ekstremisme, serta membagikan pengalaman mereka masing-masing dalam upaya melawan rekrutmen and radikalisasi yang dilakukan kelompok-kelompok radikal ekstremis. Di akhir talkshow, para pembicara menyampaikan rekomendasi mereka untuk para stakeholder, organisasi masyarakat sipil dan komunitas secara keseluruhan tentang pentingnya mencegah intoleransi yang berkembang menjadi pemahaman radikal ekstremisme hingga terorisme dan kerjasama yang holistic antara semua pihak.

Setelah pembukaan dan talkshow, acara dilanjutkan dengan penayangan video singkat tentang identifikasi tanda peringatan dini ekstremisme berkekerasan dan peluncuran buku ‘Panduan Mengenali Tanda Peringatan Dini Ekstremisme Kekerasan’ secara resmi. Mira Kusumarini selaku pendiri dan direktur Yayasan Empatiku dan Dwi Yuliawati Faiz, Kepala Program UN Women Indonesia, menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan buku tersebut. ibu Dwi Yuliawati juga menyampaikan pentingnya melibatkan perempuan dalam upaya pencegahan. BNPT yang diwakili oleh Mayor Jenderal TNI Nisan Setiadi, S.E, selaku deputi 1 juga ikut menyampaikan urgensi kewaspadaan masyarakat dan pentingnya buku panduan ini yang memuat prinsip-prinsip dasar deteksi dini terhadap tanda-tanda ekstremisme berbasis kekerasan dengan juga tetap mempertimbangkan isu anak dan perempuan. Lebih jauh, guna memperluas diseminasi buku ini, bapak Nisan telah berkomunikasi dengan FKPT Depok dan Banten, salah satunya terkait rencana tindak lanjut di masa depan. Terakhir, acara diakhiri dengan penutupan oleh panitia.

Tentang buku ‘‘Panduan Mengenali Tanda Peringatan Dini Ekstremisme Kekerasan’

Buku panduan ini mengulas tentang perilaku apa saja yang penting dikenali sebagai tanda peringatan dini dan tindak lanjut penanganan dan pencegahan apa saja yang dapat dilakukan oleh tidak hanya pemerintah dan organisasi non pemerintah namun juga masyarakat secara luas. Selama ini, aspek pencegahan dalam isu ekstremisme berbasis kekerasan masih belum banyak dibahas dan cenderung fokus kepada penanganan ketika tindak kekerasan terjadi. Salah satu masalah yang juga muncul adalah aspek ketahanan dan kepekaan masyarakat terhadap tumbuhnya ideologi yang mengarah pada ekstremisme berkekerasan. Hal tersebut menjadi salah satu tantangan faktual saat ini. Oleh karena itu, buku panduan ini diharapkan mampu menjadi referensi bagi seluruh pihak termasuk seluruh masyarakat untuk mengenali tanda-tanda peringatan dini, termasuk anak dan perempuan yang mulai ‘dilirik’ oleh kelompok radikal ekstremis untuk dilibatkan dalam aksi mereka. Pencegahan merupakan bagian dari penanganan dan begitupun sebaliknya. Keduanya menjadi satu kesatuan sehingga perlu untuk mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, termasuk masyarakat dan para pemangku kepentingan.

Sebuah Proses Belajar Bersama untuk Kehidupan yang Lebih Baik

Oleh Mega Priyanti, Petugas Lapangan Empatiku WGWC Zoom Discussion Pendamping juga Manusia: Cerita di Balik Rehabilitasi dan Reintegrasi Jakarta, 18 Juni 2020

Dorongan terbesar menjadi pendamping adalah faktor kemanusiaan. Apa pun kesalahannya, ketika mereka memerlukan bantuan tentu harus dibantu. Apalagi saat mereka sudah menyadari kesalahannya dan mau ikut berpartisipasi agar orang lain tidak mengalami apa yang mereka rasakan. Saya lebih banyak mendampingi perempuan dan anak. Bisa dibayangkan, ketika ibu-ibu dan anak-anak ini kembali saat suami-suami mereka menjadi warga binaan di pemasyarakatan. Semua persoalan tertumpu pada pundak istri di saat mereka benar-benar memulai segala sesuatunya dari nol. Tidak punya penghasilan, terputus kontak dengan sanak keluarga, dan harus membangun kehidupan baru. Apalagi dengan anak yang memiliki kebutuhan khusus, punya masalah kesehatan. Lalu bagaimana dengan pendidikan anak-anak dan masa depan mereka. Jika tidak ada yang mendampingi dan menemani, apa yang terjadi ??

Menurut saya melakukan pendampingan adalah sebagai usaha dan proses bersama. Bagaimana memahami masalah yang dihadapi, melihat kebutuhan dan mengembangkan potensi yang dimiliki agar kedepannya bisa menjadi lebih baik. Untuk melakukan itu semua, yang pertama dilakukan  adalah membangun kepercayaan agar proses berjalan dengan baik.

Sebagai sebuah proses, tentu saja ada pasang surutnya. Kadang mudah kadang sulit. Yang paling sulit adalah ketika membantu memenuhi kebutuhan, sementara persoalan yang dihadapi mereka sangat banyak. Sedangkan seorang pendamping atau lembaga tidak mungkin bisa menyelesaikan semua masalah tanpa bantuan lembaga lain. Untuk itu sangat penting membangun jejaring dengan banyak pihak, misalnya dengan lembaga kesehatan, lembaga pendidikan, Dinas sosial, Disdukcapil, Balai Latihan Kerja, lembaga swadaya masyarakat dan lain-lainnya. Ada kalanya satu lembaga dengan mudah diajak kerjasama. Tapi ada juga yang sulit dan tidak bisa. Jadi harus terus mencari. Selain itu, tantangan lain adalah membangun mental dan rasa percaya diri mereka. Karena sangat tidak mudah untuk kembali beraktifitas di tengah masyarakat dengan stigma buruk sebagai teroris. Sebagai Pendamping, tidak jarang juga mendapat perlakuan yang tidak baik dari masyarakat awam. Kenapa mau bekerja mengurusi orang-orang yang sudah berkhianat terhadap negara atau dianggap bagian dari mereka (teroris).

Perlakuan tidak enak bukan saja datang dari masyarakat atau keluarga, tapi juga dari penerima manfaat (deportan/returni) sendiri. Penolakan untuk didampingi karena merasa tidak punya masalah. Ada kalanya saat didatangi, ternyata mereka sudah tidak tinggal di alamat tersebut atau sudah pindah rumah tanpa memberitahu alamat baru.  Hal ini seringkali dihadapi dan membuat pendamping harus terus mencari celah supaya bisa masuk, misalnya melalui istri deportan/returni atau RT setempat. Namun tetap harus dilakukan dengan hati-hati supaya tidak menimbulkan masalah baru. Misalnya membuat warga jadi ketakutan karena di wilayahnya ada mantan deportan/ returni.

Deportan/returni yang sudah mendapatkan pendampingan diharapkan berubah ideologinya dan benar-benar mencintai NKRI. Perubahannya dapat dilihat saat mereka mulai bisa berkomunikasi dengan santai, bicara dari hati ke hati. Saat mereka mulai bisa bercerita tentang latar belakang “hijrah”nya ke Siria.  Mereka juga cerita ada penyesalan dan menyadari bahwa apa yang mereka pikirkan selama ini adalah salah. Mereka ingin memperbaik diri. Kami terus bertukar pikiran sebagai teman.

Melalui proses pendampingan saya belajar di sebuah universitas kehidupan. Bertemu dengan banyak orang dan mempelajari setiap karakter. Melihat bahwa setiap manusia pasti punya masalah dan perlu berjuang untuk kehidupannya. Tidak pernah menyerah dan selalu bersyukur. Jika berusaha selalu ada solusi. Hal ini mengubah hidup saya. Saya bisa hidup lebih tenang dan tidak banyak menuntut. Lebih menghargai orang lain karena dalam pekerjaan saya memerlukan bantuan orang lain.

Selama proses ini, tentu saja saya pernah melakukan kesalahan. Dan kesalahan terbesar saya adalah masuk terlalu dalam dan mengintervensi secara langsung persoalan yang dihadapi dampingan saya. Sebenarnya, itu di luar tanggung jawab saya. Hal ini membuat dampingan saya jadi sangat bergantung pada saya dan mematikan kreatifitas mereka. Saya sendiri sampai tidak bisa makan dan tidak bisa tidur. Membawa persoalan mereka dalam kehidupan keluarga saya. Suami dan anak-anak jadi sasaran. Saat ini saya sudah memposisikan diri sebagai pendamping dan sebagai teman yang membantu. Bukan sebagai malaikat yang bisa menyelesaikan setiap masalah.

Apakah saya yakin mereka (deportan/returni) yang sudah saya dampingi tidak kembali pada kelompok radikal? Sejujurnya tidak ada jaminan. Bahkan ketika sudah menandatangani dokumen kesetiaan terhadap NKRI pun tidak bisa menjamin. Banyak hal yang mempengaruhi. Namun, keterlibatan mereka dalam kegiatan program dan pembicaraan atau ngobrol-ngobrol saat proses pendampingan dapat membantu proses disengagement (pelepasan) dari kelompok radikal.

Apapun yang telah saya lakukan dalam pekerjaan ini, selalu ada hikmah yang bisa diambil. Saya menyadari bahwa perubahan merupakan proses panjang. Proses pendampingan tidak bisa dibatasi oleh waktu dari masa program berjalan. Pendampingan juga menjadi bagian dari proses memanusiakan manusia. Karena setiap manusia pasti punya sisi positif dan negatif. Kunci dari keberhasilan proses pendampingan adalah keterampilan berempati pada dampingan kita.

Depok, 18 Juni 2020

Pembentukan tim Kelurahan Kenanga, Kota Tangerang berbeda dengan kelurahan lain. Rumitnya birokrasi membuat kita harus terus mencari peluang agar program bisa berjalan di Kota Tangerang. Salah satu kesempatan adalah melalui mas Faik saat kami audiensi di kantor Bakesbangpol, Kota Tangerang. Mas Faik adalah staff Bakesbangpol tingkat Kecamatan Gempol. Setelah berdiskusi, kami pun melakukan penjadwalan pertemuan pembentukkan tim SITI Kelurahan Kenanga dan melaksanakan kegiatan penyaluran bantuan untuk masyarakat terdampak Covid 19. Pemberitahuan ke Pak Lurah dilakukan oleh Ibu Sri Handayani melalui telpon karena kondisi yang belum memungkinkan untuk secara langsung.

Tanggal 20 Mei 2020, saya dan Ibu Nday (Sri Handayani) datang menemui pak Lurah. Namun mendadak pak Lurah harus ke kantor Kecamatan sehingga pertemuan pun batal. Beberapa kali saya menghubungi pak Lurah melalui WA dan telpon tetapi tidak direspon. Hingga akhirnya saya dan ibu Nday datang ke kelurahan pada tanggal 16 Juni tanpa membuat perjanjian. Jam 06.00 pagi saya berangkat dari rumah berharap tiba di kantor Kelurahan dan bertemu pak Lurah sebelum beliau beraktifitas keluar kantor. Namun sayang, saat tiba, pak Lurah sudah pergi dan stafnya tidak ada yang tahu pergi kemana.

Read more

Kel. Jombang – Jumat, 5 Juni 2020

Pandemi Covid 19 yang melanda hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia telah membuat perubahan yang sangat signifikan. Kegiatan-kegiatan rutin baik ditingkat masyarakat maupun kelurahan ditiadakan. Kecuali kegiatan yang terkait dengan Covid 19 dan pelayanan publik di kantor Kelurahan. Kegiatan Pos Yandu, PKK, Pengajian sementara dihentikan begitu juga dengan kegiatan beribadah di Masjid seperti Sholat Jumat berjamaah, Taraweh dan Sholat Idul Fitri ditiadakan.

Pak Rifki Aprilian, Sekretaris Kelurahan Benda Baru, menyampaikan bahwa saat ini orang-orang di Kelurahan sudah lelah dengan situasi ini. Sejak awal pandemi, Kelurahan sudah melakukan penyemprotan desinfektan ke seluruh wilayah, sosialisasi tentang covid 19 dan mengajak masyarakat untuk hidup bersih dan tetap di rumah saja agar terhindar dari Covid 19.

Selanjutnya melakukan pendataan dan menyalurkan bantuan sosial untuk masyarakat terdampak Covid 19. Banyak permasalahan yang timbul, antara lain:

  1. Bantuan datang tanpa koordinasi dengan pihak kelurahan dan datang di waktu yang tidak tepat, seperti tengah malam, siang hari di bulan Puasa, atau di malam Takbiran
  2. Tidak ada biaya operasional untuk penyaluran bantuan
  3. Jumah bantuan tidak sesuai dengan jumlah penerima
  4. Masyarakat protes karena bantuan tidak merata, dan beras berkualitas jelek (Pak Sodikin menyampaikan bahwa beras dari Empatiku kualitasnya baik)
  5. RT atau RW harus berfikir kreatif agar bantuan tersalurkan merata, misalnya dengan mengepak ulang dan mengurangi jumlah bantuan agar penerima lebih banyak sehingga meminimalisir keributan di masyarakat.

Setelah mendengarkan keluh kesah terkait Bansos, saya bertanya mengenai isu lain yang berkembang di masyarakat. Pak Sodikin menyampaikan ada isu yang dihembuskan bahwa pemerintah saat ini adalah pemerintahan Kafir karena melarang masyarakat beribadah. Di wilayah Benda Baru, masyarakat banyak yang tetap melakukan sholat berjamaah di Mushola atau Masjid. Hanya saja jamaahnya adalah warga terdekat dan tidak menggunakan pengeras suara.

Pak Sri, Binamaspol Benda Baru, POLSEK PAMULANG, menambahkan bahwa masyarakat tetap beribadah secara berjamaah. Mereka merasa bahwa pelarangan hanya berupa himbauan. Agama merupakan urusan akherat sedangkan pemerintah urusan dunia. Banyak keluarga yang “pecah” dan akhirnya bermusuhan karena masalah ini. Kepolisian melalui BIN memantau saja dan tidak melarang sebatas masih menjaga jarak dan memakai masker.

Saya bertanya kepada ibu Maryanih, bagaimana dengan majelis taklim? Ibu Maryanih menjelaskan, sejak pandemi covid 19, majelis taklim berhenti kegiatannya. Biasanya 20 – 30 orang ibu-ibu hadir dalam kegiatan majelis taklim. Materi yang disampaikan seputar tata cara membaca Al Qur’an, beribadah seperti sholat, puasa, Zakat, termasuk tentang keluarga, yang biasanya membahas bagaimana menjadi istri yang baik. Tidak pernah membahas hal terkait radikalisme. Majelis Taklim untuk ibu-ibu dan Bapak-bapak terpisah kegiatannya.

Selesai dengan pembahasan mengenai bansos dan isu yang berkembang di wilayah Benda Baru, kami membahas mengenai SK Tim SITI kelurahan. Saya memberikan contoh SK Kelurahan yang telah dibahas oleh Manajemen Empatiku. Pak Rifki setuju dengan draft SK kelurahan yang kami berikan, dan akan membahasnya dengan pak Lurah namun meminta waktu karena minggu ini akan datang lagi Bansos untuk segera disalurkan.

Pak Sodikin, Koordinator Tim SITI, menyampaikan bahwa ada perubahan nama anggota tim kelurahan karena beberapa orang menjadi anggota KPPS sehingga tidak bisa aktif di tim SITI Kelurahan. Akan segera dikirimkan nama-nama yang fix kepada pak Rifki untuk ditindaklanjuti dalam SK nantinya.

Hari sudah semakin sore, kami pun berpamitan. Sebelum pamit, pak Rifki berpesan pelatihan sebaiknya di tempat yang santai sambil bisa refreshing.

Sejak diumumkannya kasus Covid 19 pada awal Maret 2020, penyebarannya terus meningkat hingga mengharuskan pemerintah mengambil kebijakan PSBB diberbagai daerah, sebagai langkah untuk memutus mata rantai penularannya. Keputusan ini tentu saja sangat berpengaruh pada perekonomian, terutama bagi masyarakat lapisan bawah seperti buruh, pekerja harian, warung-warung kecil dll.

Sementara itu perempuan menjadi kelompok yang paling rentan. Saat semua anggota keluargan berkumpul di rumah, pekerjaan domestik semakin banyak dan secara tradisional perempuan lah yang bertanggung jawab untuk mengerjakannya. Selain itu perempuan juga yang akan berusaha memenuhi kebutuhan hidup keluarganya disaat suami tidak bisa lagi mencari nafkah. Dengan segala kemampuan dan kreatifitas, perempuan berjualan makanan secara online, menjahit masker, mulai bercocok tanam untuk ketahanan pangan dll. Sehingga banyak perempuan yang mempunyai beban ganda.

Melihat kondisi ini, baik pemerintah pusat maupun daerah telah mengantisipasi dengan memberikan bantuan sosial baik berupa uang tunai maupun kebutuhan bahan pokok, namun prosesnya membutuhkan waktu, dari mulai pendataan sampai penyaluran bantuan. Dalam situasi seperti ini, dengan persoalan dan korban yang semakin banyak, masyarakat tidak bisa bergantung 100% pada pemerintah. Dibutuhkan kerjasama dan saling membantu dari berbagai pihak.

Yayasan Empatiku, dengan segala keterbatasan, tentu saja tidak bisa tinggal diam. Pada tanggal 18 Mei 2020, berkoordinasi dengan kelurahan-kelurahan wilayah kerjanya, ikut berkontribusi membantu warga terdampak Covid 19. Bantuan berupa 50 paket beras @5kg dan 100 buah masker ditambahkan kedalam bantuan yang berisi minyak goreng dan gula pasir yang disalurkan oleh Kelurahan Benda Baru Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan. Kelurahan lainnya yaitu Kelurahan Pondok Kacang Timur Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan dan Kelurahan Jombang Kecamatan Ciputat Kota Tangsel diberikan bantuan berupa 50 paket @5kg beras dan 100 buah masker. Selanjutnya Empatiku pun memberi bantuan berupa 50 paket beras @5kg dan gula pasir @1 kg serta 100 buah masker kepada Kelurahan Kenanga Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang.

Bantuan yang diberikan memang tidak besar namun dirasakan sangat bermanfaat oleh warga

“ Terimakasih, bantuan ini sangat bermanfaat, banyak warga disini bekerja sebagai buruh pabrik yang kena PHK, sampai saat ini bantuan pemerintah belum datang sedangkan data sudah kami serahkan, akibatnya kami dikejar-kejar setiap hari oleh warga yang membutuhkan bantuan. Dengan adanya beras bantuan Empatiku membuat kami bersemangat lagi untuk bekerja membantu korban sambil menunggu bantuan sosial dari pemerintah datang” Demikian yang disampaikan oleh Ibu Sri Handayani, ketua Pekerja Sosial Masyarakat Kelurahan Kenanga

“ Bu Mega tahu gak, saya kan menyalurkan berasnya pas siang, saya lupa foto untuk dokumentasi, malamnya saya balik lagi, untuk foto, ternyata berasnya sudah dibuka. Maaf Bunda, saya mau masak, tidak ada beras, nunggu suami saya gak pulang-pulang, jadi saya buka beras yang dari Bunda. Sedih Bunda, saya tidak punya beras .” Begitu cerita Ibu Sri Maryati dari Pondok Kacang Timur

“Terimakasih, kami sangat menghargai kepedulian Yayasan Empatiku, bukan seberapa besar bantuan yang diberikan, tetapi niat baik dan kesungguhan, itu yang kami lihat.” Pendapat ini disampaikan oleh Pak Iwan dan Ustadz Komarudin dari kelurahan Jombang

Tentu saja masih banyak cerita mengharukan lainnya yang terjadi saat bantuan disalurkan. Kebersamaan dan kontribusi dari berbagai lapisan masyarakat sangat diperlukan dalam menghadapi situasi luar biasa ini. Semoga Pandemi Covid 19 bisa segera teratasi sehingg kehidupan bisa normal kembali.